Seorang wirausahawan muda menceritakan pengalamannya. Setelah tiga
tahun mengelola kedai kopi, ia mulai memetik hasil lumayan. Bisnisnya
berkembang hingga ia bisa membuka beberapa kedai yang semuanya laris
manis. Kemudian datang kepadanya seorang kawan yang mengajaknya
berkongsi untuk beternak sapi. Lantaran tertarik, ia pun membuka
peternakan. Beberapa bulan kemudian, ada orang lain mengajaknya
berdagang kayu. Tergiur oleh potensi keuntungan yang besar, ia pun
menuruti ajakan orang tersebut.
Belum lagi setengah tahun bisnis kayu berjalan, ia rugi besar.
Uangnya ditilep oleh kongsinya. Musibah ini berimbas pada bisnisnya yang
lain. Bisnis kedai kopinya terganggu mengingat dananya tersedot untuk
perdagangan kayu yang ternyata malah mendatangkan musibah.
Tapi anak muda ini tidak patah arang. Setelah sempat merasa terpukul,
ia pun merenung: “Apa ya yang keliru?” Setelah ngobrol dengan sejumlah
pebisnis yang lebih senior, ia pun mengerti. Ia terlampau tergesa-gesa
memasuki wilayah-wilayah baru. Mungkin, karena begitu bersemangatnya.
Perhatian yang semula terpusat pada upaya membesarkan bisnis kedai kopi
kemudian terpecah ke bidang-bidang lain.
Dari pengalaman itu, usahawan muda ini belajar pentingnya untuk
fokus, tidak mudah tergoda oleh ajakan memasuki bisnis baru ketika
kaki-kaki belum lagi kokoh. Ia juga belajar, kunci agar bisa fokus
secara strategis pada satu hal ialah kesanggupan untuk mengatakan
‘tidak’ serta tidak mudah menjawab ‘ya’. Menolak tawaran bisnis yang
menggiurkan memang sukar, tapi bila tawaran ini dituruti, fokus bisnis
akan menjadi kabur. Akhirnya, ia kembali memusatkan perhatian kepada
bisnis kedai kopi saja dan meraih sukses dalam mengembangkan bisnis ini
lewat jalur waralaba.
Bagi Warren Buffett, sahabat pendiri Microsoft Bill Gates, yang juga
seorang investor global, mengatakan tidak merupakan hal terpenting untuk
menjaga fokus. Ia pernah berujar, “Dalam menjalankan bisnis, kata
terpenting bagi saya ialah ‘tidak’. Saya duduk sepanjang hari dan
melihat proposal-proposal investasi yang sampai ke meja saya, dan saya
katakan Tidak, Tidak, Tidak hingga akhirnya saya melihat apa yang saya
cari, dan kemudian saya katakan Ya.”
Buffett fokus pada apa yang ia cari,
yakni proposal investasi yang benar-benar tepat menurut pertimbangannya.
Ia tidak mudah goyah untuk mengatakan, “Ya, saya akan berinvestasi
seperti yang disampaikan dalam proposal ini.” Bagi Buffett, kata ‘tidak’
membuatnya terlindung dari kehilangan fokus menemukan proposal terbaik.
Mendiang Steve Jobs, pendiri Apple, juga meletakkan kata ‘tidak’
sebagai cara agar ia menemukan yang terbaik dalam aktivitas inovasinya.
Secara hiperbolis ia pernah mengatakan, “Inovasi membutuhkan seribu
‘tidak’.” Di mata anak-buahnya, sangat boleh jadi Steve dianggap orang
yang kurang menghargai gagasan orang lain, tapi inilah cara yang menurut
Steve tepat untuk menemukan inovasi terbaik.
Kata ‘tidak’ menjadi kata yang ampuh untuk mendapatkan kualitas
inovasi seperti standar yang ia tetapkan. Tak heran apabila baik di
tingkat gagasan maupun ketika produk sedang digodog oleh berbagai
departemen di Apple, produk itu harus bolak-balik antardepartemen untuk
akhirnya menjadi produk yang diterima oleh Steve Jobs karena standarnya
sudah tercapai.
Betapapun mungkin sukar mengucapkan kata ‘tidak’dan betapa kata ini
mungkin kurang enak didengar (tidak mau, tidak suka, tidak enak, tidak
menarik, dsb), tapi kata ini punya nilai fungsional yang signifikan.
Selain sebagai proteksi agar kita tetap fokus pada jalan yang kita
inginkan, juga sebagai cara mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan
standar kualitas yang kita tetapkan. ***
Post a Comment